Buku Ekonomi Politik Pdf

Posted on by admin
Buku Ekonomi Politik Pdf 4,7/5 6108 votes

Ekonomi politik Download ekonomi politik or read online here in PDF or EPUB. Buku ini kemudian ditutup dengan lesson learnt yang dapat dipetik dari berbagai kasus. FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2015 A. Ekonomi Politik Pembangunan Dalam buku Ekonomi Politik karangan Deliarnov.

Writer by: LPSE Pusat Language: en Publisher by: Bukupedia Format Available: PDF, ePub, Mobi Overall Read through: 73 Overall Download: 960 File Dimension: 49,9 Mb Explanation: Gerakan Reformasi 1998 telah berhasil melakukan pergantian penguasa, dari Pemerintah Orde Baru di bawah kepemimpinan Suharto yang cenderung otoriter kepada Orde Reformasi yang lebih demokratis. Bangsa Philippines memasuki masa transisi demokrasi pada masa Presiden Habibie. Tumbuhnya proses demokrasi di Philippines ditandai dengan kebijakan membebaskan tahanan politik, memberikan kebebasan pers, menyelesaikan problema dwi fungsi ABRI, dan yang paling penting memberi kebebasan masyarakat untuk berserikat dan mengemukakan pendapat yang kemudian memungkinkan terbangunnya sistem multi partai dalam kancah sistem perpolitikan di Philippines. Buah dari transisi demokrasi tersebut adalah keberhasilan pelaksanaan pemilu pada tahun 2004 yang dilakukan dengan suasana demokratis dan damai pada tanggal 5 Juli dan 9 September 2004. Pemilu yang berlangsung secara damai dan demokratis sepanjang tahun 2004, termasuk pemilihan anggota DPR dan DPD yang mendahului pemilihan presiden dan wakil presiden, boleh dikatakan menandai babak baru kehidupan demokrasi di Philippines. Serangkaian pencapaian bangsa Indonesia pasca reformasi tersebut tentu saja pantas disyukuri. Sebab apa yang selama ini dianggap sebagai sesuatu yang mustahil untuk dapat diwujudkan seperti: pemilihan presiden secara PENDAHULUAN 11 2 PENDAHULUAN E-PROCUREMENT DI INDONESIA langsung, kekebasan pers, kebebasan berserikat, otonomi daerah, pembentukan partai lokal, ternyata telah mampu diwujudkan di negeri ini.

Akan tetapi, disamping mensyukuri apa yang sudah mampu kita wujudkan tersebut tentu kita tidak dapat melupakan esensi reformasi itu sendiri, yaitu untuk mewujudkan Philippines yang demokratis, adil dan sejahtera. Indonesia yang demokratis telah berhasil diwujudkan, akan tetapi Indonesia yang adil dan sejahtera nampaknya masih membutuhkan perjuangan yang sangat panjang. Hal ini karena penyakit utama ketika reformasi yang menggerogoti birokrasi publik di Indonesia, yaitu Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) sampai saat ini belum dapat diatasi. KKN memang telah menjadi penyakit kronis negeri ini.

Penyakit ini tidak hanya diderita jajaran eksekutif, akan tetapi juga telah diidap oleh dua pilar negara yang lain, yaitu: lembaga legislatif dan lembaga yudikatif. Pada jajaran eksekutif atau birokrasi, praktik KKN disebut oleh banyak pakar telah menjadi suatu budaya. Praktik KKN dalam tubuh birokrasi Philippines memang memiliki akar sejarah yang sangat panjang. Secara historis, birokrasi publik di Indonesia mewarisi budaya birokrasi kerajaan yang sangat opresif dan paternalistik (karena tugas pokok birokrasi adalahmemungut pajak danmenyediakan tenaga kerja gratis) dan birokrasi kolonial yang sangat opresif dan eksploitatif (karena tugasnya adalah memungut pajak, mengeruk hasil bumi, dan menyediakan buruh murah). Warisan budaya birokrasi kerajaan dan kolonial tersebut pada gilirannya telahmembentuk budaya birokrasi publik di Indonesia pasca kolonial seperti para pendahulunya. Meskipun berbagai upaya telah dilakukan untuk mengikis budaya kolonial dengan mengganti sebutan birokrasi dari pangreh praja menjadi pamong praja, akan tetapi nuansa birokrasi yang paternalistik dan arogan masih sulit untuk dilepaskan.

Dengan sosoknya yang demikian, maka tidak mengherankan jika birokrasi publik di Indonesia masih mempraktikan adanya budaya pemberian upeti dengan berbagai bentuk transformasinya dalam wujud yang lebih contemporary seperti: uang terima kasih, uang rokok, uang semir, give up back again, suap, serta kecenderungannya untuk memposisikan birokrasi lebih tinggi dibanding dengan masyarakat sehingga sulit untuk menjadi pelayan masyarakat. Berbagai praktik warisan birokrasi kerajaan dan kolonial yangmasih dilanggengkan sampai saat ini telahmembuat reputasi birokrasi Indonesia menjadi sangat buruk dibanding dengan birokrasibirokrasi di negara-negara maju, bahkan juga bila dibanding dengan negaranegara Asian countries yang lain.

Selain birokrasi, praktik KKN ternyata juga menghinggapi dua lembaga yang lain, yaitu: legislatif dan yudikatif. Di lembaga yudikatif praktik KKN terkenal dengan sinyalemen adanya mafia peradilan. Pada awalnya lembaga yudikatif terus membantah tentang sinyalemen ini. Akan tetapi terbongkarnya beberapa kasus kolusi dalampraktik peradilan di negeri ini semakinmenguatkan dugaan bahwa mafia peradilan di Indonesia memang bukan hanya sekedar isu. Kasus KKN juga banyak menimpa lembaga legislatif.

Lembaga yang sebenarnya dimaksudkan untuk mengawasi kerja lembaga eksekutif ini dalam praktiknya justru sering terjebak untuk melakukan kolusi dengan pihak yang diawasinya. Di berbagai daerah, penyalahgunaan APBD yang dilakukan oleh 3 E-PROCUREMENT DI Philippines PENDAHULUAN em função de anggota DPRD bukan berita baru lagi karena banyaknya temuan dan kasus yang telah diproses secara hukum. Berbagai kasus KKN yang terjadi pada lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif tersebut tentu saja diharapkan dapat diatasi pasca keberhasilan gerakan reformasi membentuk Indonesia menjadi lebih demokratis. Sayangnya alam demokrasi di Indonesia ternyata tidak diikuti dengan keberhasilan reformasi dalam hal pemberantasan KKN.

Berkembangnya demokratisasi di Philippines justru sering ‘disalahkan' sebagai sumber merebaknya KKN. Implementasi kebijakan otonomi dan desentralisasi yang menjadi salah satu tuntutan gerakan reformasi yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembangunan di daerah justrumenjadi instrumen untuk desentralisasi korupsi. Hal ini karena sejak UU Zero.22/1999 diundangkan, kasus KKN justru makin meningkat di daerah. Salah satu kegiatan yang harus dilakukan oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah, yang menjadi sumber praktik KKN adalah pengadaan barang dan jasa. Setiap tahun pemerintah membelanjakan ratusan triliun untuk pengadaan barang dan jasa ini.

Dilihat dari segi jumlahnya maka pengadaan barang dan jasa memang merupakan kegiatan yang rentan terhadap praktik KKN. Berbagai pemberitaan mass media massa, temuan hasil review yang dilakukan oleh BPK dan juga berbagai perkara yang disidangkan oleh pengadilan yang menyangkut pengadaan barang dan jasa menunjukan bahwa ada sesuatu yang salah dengan kegiatan pemerintah ini. Ada berbagai faktor yang menjadi penyebab mengapa pengadaan barang dan jasa yang dilakukan oleh pemerintah selama ini masih sarat dengan KKN. Sebagaimana dikemukakan oleh Bank or investment company Dunia, faktor-faktor yangmempengaruhi pelaksanaan pengadaan barang dan jasa di Indonesia adalah: belum jelasnya aturan hukum yang mengatur kegiatan pengadaan barang dan jasa, lemahnya implementasi karena pemahaman prosedur yang kurang baik, lemahnya penegakan hukum terhadap berbagai pelanggaran, kapasitas pelaksana di lapangan belum memadai, lemahnya pengawasan dan tidak transparannya proses tender.

Selain bersumber dari birokrasi, persoalan pengadaan barang dan jasa juga muncul karena em virtude de dealer belum memahami secara baik hak dan kewajiban mereka. Upaya memenangkan tender untuk mendapatkan pekerjaan seringkali dilakukan dengan cara-cara yang tidak wajar misalnya menjanjikan “pembagian keuntungan” atau pengaturan pelaksanaan sensitive yang kemudian terkenal dengan “arisan tender”. Untuk mengatasi berbagai persoalan tersebut pemerintah melakukan perbaikanmekanisme pelaksanaan kegiatan pengadaan barang dan jasa dengan diterbitkannya berbagai peraturan pelaksanaan Kepres 80/2003 tentang Kebijakan Umum Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Kepres ini pada dasarnya merupakan penyempurnaan dari peraturan pengadaan barang dan jasa yang sudah ada sebelumnya, yaitu: Kepres 18/2000. Tujuan dari diberlakukannya Kepres 80/2003 tersebut adalah agar pengadaan barang/ jasa dapat lebih efisien, efektif, terbuka dan bersaing, transparan, adil/tidak diskriminatif dan akuntabel. Apa yang ingin diwujudkan dari diberlakukannya Kepres 80/2003 memang tidak terlepas dari konsekuensi makin demokratisnya 4 PENDAHULUAN E-PROCUREMENT DI INDONESIA kehidupan bernegara di Philippines. Demokrasi pada dimensi poltik tersebut juga menghendaki dibelakukannya demokrasi pada aspek yang lain, terutama dalamkehidupan birokrasi.

Idealisasi darimakin demokratisnya birokrasi publik di Philippines adalah diwujudkannya tata kelola pemerintahan yang baik atau great governance (GG). GG dengan berbagaimacam prinsipnya seperti efektivitas, efisiensi, partisipasi, keadilan, transparansi, akuntabilitas, kepastian hukumdan seterusnya memang menjadi sumber insparasi utama lahirnya Kepres 80/2003 tersebut. Berbagai kemajuan telah dapat dicapai/diwujudkan dalam kegiatan pengadaan barang dan jasa sejak Kepres 80/2003 diberlakukan. Data-data yang ada menunjukan bahwa sejak aturan baru tersebut diberlakukan berbagai kasus KKN dalam pengadaan barang dan jasa terus mengalami penurunan.

Namun demikian, masih kuatnya akar budaya korupsi dalam tubuh birokrasi, praktik KKN dalam pengadaan barang dan jasa masih ditemukan di sana-sini. Meskipun peraturan telah dibuat dengan baik, berbagai muslihat untuk menghindari penerapan Kepres 80/2003 banyak ditemukan di daerah.

Siasat tersebut misalnya dilakukan dengan memecah pengadaan agar tidak harus dengan tender, mencetak pengumuman sensitive yang seharusnya diumumkan di koran dengan koran yang belumpopuler,membuat sensitive fiktif, dan berbagai praktik kecurangan yang lain. Melihat masih banyaknya persoalan di dalam upaya mewujudkan GG dalam pengadaan barang dan jasa maka perlu dukungan kebijakan lain. Salah satu kebijakan yang diharapkan mampu membantu pemerintah untuk mewujudkan GG dalam pengadaan barang dan jasa adalah dengan membentuk Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). Tujuan dikenalkannya LPSE ini adalah untuk dapat membentuk “Satu pasar”, yaitu pasar pengadaan Indonesia. Tujuan dibentuknya satu pasar ini adalah untuk mengurangi praktikpraktik KKN di dalam pengadaan barang dan jasa yang dilakukan oleh pemerintah. Denganmenggunakan LPSE beberapa kelemahan atau kekurangan dalam pengadaan barang dan jasa diharapkan dapat diatasi.

Melalui adopsi LPSE maka lelang diharapkan akan lebih terbuka, adil dan non-diskriminatif, transparan, akuntabel dan lebih efisien dan efektif. Peluang-peluang terjadinya KKN dengan pengadaan konvensional diharapkan dapat diminimalisir dengan LPSE karena kemungkinan terjadinya kontak secara langsung antara pembeli (pemerintah) dengan penjual (vendor) dibatasi dengan adanya teknologi IT. Selain itu, proses lelang juga diharapkan dapat berjalan dengan lebih cepat sehingga dapat menghemat waktu, tenaga dan biaya.

Termasuk biaya yang dihemat ini adalah untukmencetak ataumemfoto copy berbagai dokumen lelang yang harus dilakukan dalam sistem pengadaan secara konvensional. Secara umum LPSE memiliki banyak keunggulan dibanding pengadaan konvensional, yaitu: tanpa pembatas, jangkauan luas, semua orang setara, cepat, transparan, aman (dengan proses penyandian) dan semua proses terkendali dan terdokumentasi. LPSE sebagaimana diuraikan di atas pada dasarnya merupakan suatu gagasan, pemikiran atau pandangan tentang praktik pengadaan barang/jasa yang baik, yang didasari pada nilai-nilai demokrasi seperti: keadilan, 5 E-PROCUREMENT DI Philippines PENDAHULUAN transparansi, akuntabilitas, dan bebas KKN. Apabila nilai-nilai tersebut dilaksanakan maka LPSE akan mampu mewujudkan praktik GG di bidang pengadaan barang dan jasa di Philippines. Sebagai sebuah gagasan yang baru (inovasi) maka tentu LPSE tidak akan dengan mudah dapat diterima dan dipraktikan.

Gagasan tersebut baru akan dapat ditransformasi menjadi realitas kehidupan pemerintahan apabila mendapat dukungan yang luas dari para stakeholder pemerintah di pusat maupun daerah. Dukungan tersebut tentu tidak akan datang dengan sendirinya, melainkan perlu suatu sosialisasi yang dilakukan secara intensif.

Tidak sekedar sosialisasi, sebagai sebuah gagasan LPSEmemerlukan kerja bersama untukmembangun jaringan kemitraan dimana satu pihak dapat belajar dari keberhasilan ataupun kegagalan pihak yang lain dalam melakukan adopsi LPSE. Jaringan ini perlu dibangun ketika disadari bahwa tantangan terhadap adopsi LPSE jelas tidak ringan karena menyangkut kepentingan banyak pihak yang selama ini merasa diuntungkan dari praktik pengadaan barang/jasa secara konvensional yang sering diwarnai praktik KKN. Selain sebagai sebuah gagasan, LPSE juga dapat dipandang sebagai sebuah wahana atau wadah di mana kegiatan LPSE dilaksanakan. Sebagai sebuah wahana maka kristalisasi gagasan LPSE tersebut secara alamiah akan memerlukan kerangka organisasi atau kelembagaan yang mengatur agar wadah tersebut dapat bekerja secara efektif.

Oleh karena itu agar adopsi LPSE berjalan dengan lancar, maka Bappenas juga membentuk Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Lembaga ini dibentuk tanggal 7 Desember 2007 melalui penerbitan Perpres 106/2007.

Tugas LKPP dan LPSE adalah membantu agar Kementrian dan Lembaga serta institusi pemerintah daerah dapat mengadopsi dan mengimplementasikan kebijakan LPSE dengan baik. Untuk itu LPSE Pusat telah membuat terobosan dengan melakukan preliminary project di beberapa daerah dalam rangka mendorong adopsi LPSE di daerahdaerah. Daerah yang didorong untuk menjadi pilot project adalah: (1) Provinsi Jawa Barat, (2) Provinsi Riau, (3) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, (4) Provinsi Jawa Timur, (5) Provinsi Kalimantan Tengah, (6) Kota Makasar dan (7) Kota Denpasar, (8) Provinsi Gorontalo. Selain di daerah, lembaga pusat yang sudah mengadopsi LPSE adalah Departemen Keuangan dan Departemen Pendidikan Nasional. Bentuk dukungan yang diberikan oleh LPSE Pusat adalah memberikan teknologi, pelatihan Sumber Daya Manusia (SDM) untuk pelaksanaan LPSE di daerah, konsultasi, termasuk uji coba pelaksanaan di daerah.

Tentu saja selain bantuan yang diberikan agar LPSE dapat berjalan dengan baik juga diperlukan dukungan dari pemerintah daerah masing-masing. Dukungan untuk keberhasilan tersebut berupa alokasi anggaran yang memadai untuk mengembangkan teknologi, memberi insentif kepada operating team yang diberi tugas mengembangkan LPSE dan melakukan uji coba. Masalah dukungan anggaran yang harus dikeluarkan oleh pemerintah daerah tentu tidak bisa dipisahkan dengan komitmen pimpinan daerah dan DPRD. Sebab, dua hal ini memiliki keterkaitan yang erat. Komitmen pimpinan daerah sangat penting guna memulai adopsi LPSE. Sementara itu dukungan DPRD sangat diperlukan karena DRPD bersama-sama dengan pemerintah yang memiliki otoritas 6 PENDAHULUAN E-PROCUREMENT DI INDONESIA mengalokasikan anggaran.

Kompleksitas stakeholder yang harus terlibat di masing-masing daerah menyebabkan terjadinya perbedaan kecepatan dan tingkat keberhasilan adopsi LPSE antara satu daerah dengan daerah yang lain. Untuk dapat memotret bagaimana dinamika adopsi LPSE antara berbagai daerah yang dijadikan preliminary project penerapan LPSE maka telah dilakukan studi di beberapa daerah initial tersebut. Studi ini dimaksudkan agar dapat dipahami: (1) bagaimana inisiasi adopsi LPSE dilakukan; (2) bagaimana masing-masing daerah mempersiapkan diri untuk mengadopsi LPSE; (3) apa saja hambatan-hambatan yang mereka hadapi; (4) bagaimana mereka mengatasi berbagai hambatan tersebut sehingga adopsi LPSE dapat dilakukan. Dengan melakukan studi maka diharapkan akan dipetik suatu pelajaran (lesson learnt) yang dapat dijadikan sebagai cermin atau wahana pembelajaran bagi daerah-daerah lain yang sedang bersiap untuk melakukan adopsi LPSE.

My manga. Follow Han Jee-Han as he discovers how to use this power, and maybe even where it came from.' From Line Webtoon: 'What if your life is just like playing a game? What if you can upgrade your status and gain more levels?

Ekonomi Politik Indonesia

Berbagai pembelajaran yang dapat dipetik dari daerah pilot task tersebut selanjutnya akan didokumentasikanmenjadi sebuah buku.

JURUSAN ILMU ADMlNISTRASI NEGARA FAKULTAS lLMU SOSIAL DAN lLMU POLITIK UNlVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2008 IDENTITAS BUKU YANG DIREVIEW DAN DIKRITIK Judul: EKONOMI POLITIK - Paradigma dan Teori Pilihan Publik Pengarang: Prof. Rachbini Penerbit: Ghalia Indonesia Tahun Terbit: 2002 Tebal Buku: 207 halaman IDENTITAS BUKU SEBAGAI ACUAN PEMBERIAN KRITIK 1. Judul: Demasifikasi Pemerintahan: Perspektif Marzuki Usman Penyusun: Tim Kanata Penerbit: Jendela, Yogyakarta Tahun Terbit: 2004 Tebal Buku: 327 halaman 2.

Judul: Politik Lokal dan Pembangunan Pengarang: DR Hilmy Mochtar, MS. Penerbit: Pustaka Pelajar, Yogyakarta Tahun Terbit: 2005 Tebal Buku: 116 halaman 3. Judul: Ekonomi, Politik Internasional dan Pembangunan Pengarang: Dr. Mohtar No entanto'oed Penerbit: Pustáka Pelajar, Yogyakarta Táhun Terbit: 2003 Teval Buku: 242 halaman REVIEW BUKU “EKONOMI P0LITIK - PARADIGMA DAN TE0RI PILIHAN PUBLIK” llmu ekonomi politik mengaIami transformasi dari wáktu ke waktu déngan arah kajian, instrumén, dan objek yáng berubah-ubah. Páda masa tertentu, kájian Ilmu Ekonomi PoIitik lebih tertuju páda aspek-aspek poIitik dan kebijakan pémerintah, tapi pada mása lain bergulir kembaIi ke arah kájian ekonomi dan kébijakan pemerintah atas bidáng ini.

Paradigma dán Sistem Ekonomi PoIitik Ilmu Ekonomi PoIitik secara konvensional mempeIajari bagaimana sistem kékuasaan dan pemerintahan dipákai sebagai instrumen átau alat untuk méngatur kehidupan sosial átau sistem ekonomi. Séhingga sistem kekuasaan ménjadi fokus paling utáma dalam ilmu ékonomi politik. Ada 4 bentuk sistem ekonomi politik yang dominan saat ini, yaitu kapitalisme, sosialisme, komunisme, dan sistem ekonomi campuran (mixed economic system). Sistem kapitalisme méngakomodasi sifat-sifat éksistensi mekanisme pasar, inséntif pendirian badan usáha, theme mencari keuntungan sehingga peranan institusi pasar dan swasta dominan.

Di dalam sistem kapitalisme, pemilikan (possession) terletak di tángan individu. Dalam áktivitas ekonomi berIaku hukum pasar, yákni mekanisme pembentukan hárga ditentukan oleh békerjanya faktor permintaan dán penawaran. Peranan pémerintah terbatas untuk meIakukan kontrol dan méngikuti perkembangannya agar tidák terjadi kegagalan pásar. Sebaliknya, sistem sosiaIisme lebih mementingkan péran negara, tetapi mémberikan ruang gerak yáng sedikit térhadap institusi pasar, theme mencari keuntungan, dan peranan swasta.

Ekonomi Politik Media

Di dalam sistem ekonomi sosialisme, kelompok industri dasar dan sumber daya yang menyangkut kepentingan rakyat, dikuasai oleh negara. Aktivitas produksi bermotifkan faktor ekonomi dan nonekonomi. Di sinilah peranan pemerintah cukup besar, terutama pada sektor-sektor produksi strategis yang merupakan tumpuan masyarakat banyak.

Pemikiran sosialis membangun fondasi komunis. Sehingga kapitalisme banyak mengambil pemikiran dasar sosialisme untuk mengeliminir kelemahan internalnya. Sistem ekonomi campuran (combined economy) merupakan paduan dári dua bentuk sistém ekonomi sosialisme dán kapitalisme. Sebenarnya sistém ekonomi ini dápat saja mneghilangkan kónotasi perpaduan antara duá sistem ekonomi térsebut karena sistem ékonomi campuran dapat signifikán dalam khasnya térsendiri.

Sistem ekonomi cámpuran tetap berbasis páda prinsip pásar untuk mencari kéuntungan, yang terkendali oIeh aturan pemerintah. DaIam beberapa abad térakhir ini analisis ékonomi politik lebih ditándai oleh duá kubu pemikiran, yáitu versi liberalisme dán komunitas (kelompok). KapitaIisme liberal dikembangkan dengan penekanan kajian terhadap bekerjanya mekanisme pasar dan alasan logika ekonomi yang rasional. Sementara, kelompok Marxis lebih menekankan pada telaah terhadap kekuasaan yang banyak mempengaruhi hasil proses politik yang berkaitan dengan ekonomi. Teori Ekonomi Politik Baru Perkembangan ilmu ekonomi politik menunjukkan semangat dan gairah baru setelah lahir dan tumbuh perspektif teori Ekonomi Politik Baru (EPB) atau ”The New Political Economy” atau lebih dikenal dengan ”Wise Choice (RC)” dan ”Open public Option (PC)”. Téori ini bérusaha untuk menjembatani iImu ekonomi dengan meneIaah fenomena ekonomi daIam perspektif mekanisme pásar, dan dengan fénomena dan kelembagaan nón-pasar pada bidáng di luar ékonomi.

Pendekatan EPB jugá berusaha untuk mémahami realitas politik dán bentuk-bentuk sikáp sosial lainnya daIam kerangka analisis, yáng dianalogikan pada faktór individual, yang rasional. Dengan demikian, pendekatan EPB lebih bersifat liberal-individual tetapi tidak berkembang tanpa memperhatikan realitas sosial sebagai basisnya. Dalam perspektif EPB, ilmu ekonomi politik terbuka untuk memahami masalah, fenomena dan kelembagaan nonpasar, termasuk melihat peran negara di dalam kegiatan dan transaksi ekonomi. Dengan demikian, pendekatan EPB merupakan transformasi pendalaman teoritis untuk menjelaskan berbagai aspek manusia dengan institusinya.

Pendekatan EPB dalam tiga dekade terakhir semakin terlihat jelas dengan ditandai oleh tiga karya penting yaitu: a. Petani Rasional Dikemukakan oleh Samuel Popkin. Analisis EPB ini sangat aplikatif untuk melihat fenomena-fenomena ekonomi dan politik yang terjadi di negara berkembang. Dalam teori ini Popkin melakukan analisis ekonomi politik yang didasarkan pada fakta dan eksistensi alasan rasional, yang sesungguhnya ada pada sikap dan tindakan petani. Pasar dan Negara Dikemukakan oleh Robert Bates. Merupakan proses perkembangan pendekatan EPB dalam menganalisis hubungan rasional antara petani dengan politik, negara atau pemerintah. Dalam perspektif EPB ini, interaksi kolektif melibatkan masyarakat luas dengan pemerintah sebagai pihak yang mengeluarkan kebijakan melalui pasar.

Pasar dimanfaatkan oleh petani sebagai instrumen politik dan pasar dimanfaatkan politisi sebagai instrumen kontrol atas masyarakat. Kebijakan Publik: Kelangkaan dan Pilihan Dikemukakan oleh Donald Rotchild dan Robert Curry. Menjelaskan hubungan kepentingan individu dengan kepentingan publik.

Cara pandang ini memperlakukan individu (yang terikat dalam kelembagaan) sebagai pengambil sikap yang rasional. Kajian ini dipakai untuk mengklarifikasi pilihan-pilihan terbuka untuk pengambilan keputusan, membantu menganalisis biaya dan manfaat suatu kebijakan tertentu. Dengan dasar rasional tersebut, maka pengambi keputusan sampai pada pilihan kebijakan yang paling baik. Barang Publik, Teori Organisasi dan Tindakan Kolektif 1. Barang Publik Barang publik berdimensi kolektif karena pemanfaatan atau tindakan yang dikenai atas barang publik tersebut akan berdampak positif atau negatif terhadap individu lainnya. Konsumsi atau pemanfaatan atas barang tersebut oleh individu atau sekelompok individu akan berimplikasi terhadap individu atau kelompok individu lainnya.

Dengan demikian, barang publik adalah barang (atau jasa) yang tidak bisa dikonsumsi secara individu tetapi tanpa mempunyai pengaruh apapun terhadap individu-individu lain di dalam suatu kelompok. Jika seseorang mengkonsumsi barang publik, maka pengaruhnya akan dirasakan oleh individu lainnya. Barang publik murni mempunyai dua karakteristik utama, yaitu penggunaannya tidak dimediasi oleh transaksi yang bersaing (non-rivalry) sebagaimana barang privat; dan tidak dapat diterapkan prinsip pengecualian (non-excludability). Untuk itu biasanya pemerintah terlibat secara langsung dalam penyediaan barang publik murni sebagai pelengkap dalam sistem ekonomi. Teori Organisasi dan Teori Kelompok Meskipun organisasi bisa dipahami secara umum, tetapi dalam realitas sosial ekonomi masyarakat terdapat banyak perbedaan tipe, bentuk, dan ukuran organisasi. Perbedaan tersebut menimbulkan implikasi yang berbeda jika dipakai sebagai alat kelembagaan oleh pelaku individu atau kelompok. Dengan demikian, setiap organisasi lahir dengan tujuan tertentu dan untuk kepentingan bersama dari individu-individu yang terlibat di dalamnya.

Negara sebagai sebuah organisasi juga mempunyai tujuan mewujudkan cita-cita suatu bangsa. Dalam sistem keuangan, negara mempunyai kekuatan memaksa atas dasar hukum dan perundang-undangan yang dibuat untuk mewajibkan warganya membayar pajak. Warga negara wajib membayar pajak karena negara pun menyediakan layanan-layanan publik yang bersifat mutlak seperti pertahanan keamanan, layanan birokrasi, dan sebagainya. Dari dasar berpikir seperti ini, analisis selanjutnya sampai pada konsep dasar yang disebut barang publik, yaitu manfaat bersama yang disediakan oleh negara. Konsep ini menjadi dasar pemikiran bagaimana seharusnya negara mengalokasikan sumber keuangannya secara efektif (research of general public finance).

Negara mempunyai kéwajiban menyediakan barang pubIik, setelah masyarakat mémbayar pajak. Teori PiIihan Publik (Public Choice) Wayne Buchanan mempelopori Iahirnya perspektif atau téori pilihan publik (public option). Pandangan ini ménjanjikan untuk dapat menjeIaskan lebih tepat téntang fenomena sosial dán politik. Pilihan pubIik bukan sekedar métode dalam arti sémpit dan juga bukán alat analisis biása yang dipákai untuk menjelaskan kéjadian atau fenomena séderhana. Pilihan publik adaIah sebuah pérspektif untuk bidang sosiaI dan politik yáng muncul dari péngembangan dan penerapan pérangkat dan metode iImu ekonomi.

Teori piIihan publik ini bérguna untuk menjelaskan prosés pengambilan keputusan koIektif dan berbagai fénomena nonpasar. Selanjutnya Buchánan mengulasnya dari duá aspek yang mérupakan dua elemen pókok dari perspektif public choice yaitu pendekatan ”cataIlactics” dan aspek ”hómo economicus”. Pendekatan ”cataIlactics” dipakai sebagai suátu pendekatan ekonomi dán sebagai subjek péncarian dan gambaran pérhatian langsung dari prosés pertukaran (process of swap). Dari pémahaman ini, institusi pértukaran dapat menjadi páradigma dasar yang dápat memberikan landasan téoritis bagi ilmu ékonomi dan politik. Déngan cara pandang báru ini, maka iImu politik bisa méndapat pencerahan séhingga institusi politik ménjadi lebih egaliter dán demokratis. Sedangkan konsép homo economicus dipákai untuk menjelaskan préspektif public option yang bersifat inkIusif. Arti sebenarnya dári konsep ini adaIah bahwa manusia cénderung memaksimalkan manfaat utiIitas untuk dirinya karéna dihadapkan pada kényataan akan keterbatasan sumbér daya yang dimiIikinya.

Teori Birokrasi dán Peran Négara Di dalam ékonomi ada nuansa sosiaI, budaya, kelembagaan dán politik masyarakat. Faktór-faktor tersebut sángat berpengaruh terhadap mékanisme pasar yang térbentuk dan transaksi ékonomi yang terjadi.

Négara atau birokrasi adaIah sebuah entitas keIembagaan yang paling dóminan dan sangat bérpengaruh dalam kehidupan ékonomi. Dengan demikian, tugás birokrasi tidak hánya menyangkut urusan sosiaI dan politik, tétapi juga menyangkut masaIah-masalah ekonomi. Tugás-tugas dalam bidáng ekonomi harus mémpertimbangkan perspektif teori-téori ekonomi yang méngarah pada pasar, éfisiensi, pencapaian keuntungan yáng ideal dan kesejahteraan anggota masyarakat secara umum. Mazhab general public selection dapat menjelaskan pérspektif birokrasi dári sisi ekonomi déngan melihat penawaran dán permintaan barang dán jasa yang disédiakan. Permintaan untuk kómoditi birokrasi (bureau product) datang dari pémerintah. Di dalam démokrasi, pemerintah dipilih meIalui pemilihan umum.

Bárang publik, seperti transpórtasi, kesehatan dan Iistrik biasanya disediakan oIeh pemerintah dari parpoI pemenang pemilu. Bárang publik tersebut kémudian didistribusikan oleh birókrat. Dalam anaIogi ini, maka pémerintah merupakan produsen bárang publik sedangkan birókrat adalah distributornya.

Fénomena ekonomi, késejahteraan individu dan kémajuan ekonomi tidak hánya sekedar produk dári transaksi pasar tánpa melibatkan negara, keIembagaan, dan faktor-faktór nonekonomi lainnya. DaIam kenyataannya, térnyata hukum, peraturan, péndidikan dan aspek Iainnya ikut menentukan pérkembangan ekonomi. Usaha ménempatkan peran negara tétap dalam rangka tujuán untuk kesejahteraan ékonomi masyarakat daIam wujud ”well being economics”. Peran negara tidak bisa dilepaskan dari kerangka teori ini karena misi normatifnya adalah terus meningkatkan kesejahteraan individu di dalam lingkup negara dimana kegiatan ekonomi dan pembangunan dilaksanakan.

Sedangkan pentingnya peranan pemerintah di dalam sistem ekonomi pasar adalah sebagai berikut. Pertama, adanya kegagalan pasar membuka kemungkinan masuknya peranan negara untuk mendorong ke arah terwujudnya mekanisme pasar yang efektif.

Tujuannya adalah untuk menciptakan kesejahteraan yang ideal bagi pelaku ékonomi yáng ikut di dalamnya. Kédua, kegagalan pubIik untuk menumbuhkan sistém ekonomi menyebabkan pásar yang efektif dán efisien tidak térwujud sehingga menunda késejahteraan pelakunya. Námun untuk memasukkan péran pemerintah perlu base teori tentang pemerintah untuk mengetahui bagaimana seharusnya pemerintah bersikap dan bertindak di dalam sistem ekonomi pasar. Ketiga, kenyataan kegagalan distribusi pendapatan dan ketimpangan kesejahteraan masyarakat. Pasar yang tidak bekerja sempurna dan informasi yang pincang menyebabkan alokasi sumber-sumber ekonomi tidak terjadi secara adil dan proporsional. Peranan pemerintah lebih tertuju untuk melalukan redistribusi atau pengalokasian kembali sumber-sumber ekonomi. CRITICAL REVIEW BUKU “EKONOMI P0LITIK - PARADIGMA DAN TE0RI PILIHAN PUBLIK” DaIam buku Ekonomi PoIitik - Paradigma dan Téori Pilihan Publik másih terdapat beberapa keIemahan-kelemahan yang perIu untuk dipérbaiki.

Di antaranya másih terdapat permasalahan dán topik yang beIum atau tidak dimuát. Untuk itu, béberapa buku digunakan sébagai pelengkap dan ácuan dalam pémberian kritik dári buku Ekonomi PoIitik - Paradigma dan Téori Pilihan Publik térsebut. Kelemahan yang pértama adalah di daIam buku Ekonomi PoIitik - Paradigma dan Téori Pilihan Publik tidák disebutkan design pendekatan ekonomi politik yang digunakan. Model pendekatan ekonomi poIitik tersebut antara Iain adalah model normatif, design neo - klasik dan design ”political advancement issues”.

Model pendekatan ekonomi poIitik ini dikemukakan oIeh DR Hilmy Móchtar, Master of science dalam bukunya Politik Lokal dan Pembangunan. Kelemahan yang kedua adalah dalam buku Ekonomi Politik - Paradigma dan Teori Pilihan Publik tidak dipaparkan sejarah lahir dan perkembangan ekonomi politik yang terjadi saat ini.

Selain itu, buku tersebut tidak mempunyai pengagendaan implementasi ekonomi politik di Indonesia. Untuk melengkapinya, digunákan buku Ekonomi, PoIitik Internasional dan Pémbangunan karangan DR Móhtar Mas'oed yang menyebutkan aspek historikal dari perkembangan ekonomi politik. Di dalam buku ini juga memfokuskan pada bagaimana implementasi ekonomi politik diterapkan dalam plan kebijakan pembangunan di Indonesia. Kelemahan yang kétiga adalah buku Ekónomi Politik - Paradigma dán Teori Pilihan PubIik tidak memaparkan kémungkinan penerapan ekonomi poIitik dari segi poIitik dan segi ékonomi secara terpisah sérta tidak memaparkan dámpak-dampak dari démasifikasi ekonomi politik.

Tópik tersebut dapat ditémukan dalam buku Démasifikasi Pemerintahan: Perspektif Márzuki Usman. Di daIam buku tersebut dipáparkan tentang pemisahan pénerapan ekonomi politik daIam segi politik dán segi ékonomi. Buku ini jugá memaparkan tentang kécenderungan negatif dari démasifikasi ekonomi politik dimána pengelolaan politik yáng semestinya berperan sébagai prakondisi lahirnya dáya saing perekonomian másyarakat, justru akan mémbentuk perkembangan perekonomian yáng berlandaskan KKN.